Rabu, 08 Juli 2015

Bela Mulut Ahok dengan serang Suharto dan koruptor, Soe Tjen Marching malah ngawur

Beberapa hari lalu tiba-tiba saya lihat post di home fb dari seorang teman isinya sebuah link "Surat Terbuka kepada Jaya Suprana tentang Mulut Ahok" setelah saya buka, ternyata penulisnya Soe Tjen Marching, saya juga ga tau itu orang itu siapa. Kemudian saya searching, ternyata adalah seorang penulis, aktivis, akademisi, dan seniman, dan hasil karyanya ternyata sangat mengagumkan. Tapi yang saya heran, isi Surat Terbuka ini, yang ditulis beliau, sangatlah aneh.

Soe Tjen Marching

Saya sudah pernah baca surat bapak Jaya Suprana (Phoa Kok Tjiang) kepada Ahok yang isinya kritik membangun dengan cara mengkritik yang sopan dan maksudnya baik pula. Namun balasan Ahok malah nyolot, oleh Ahok, Jaya Suprana malah disebut otaknya masih warga kelas dua. Ahok juga menyebut langkah Jaya Suprana membuat surat itu adalah langkah provokatif dan melatih dirinya sendiri untuk berbuat rasis. Saya sudah bingung dengan Ahok, sepertinya dia sedang mabok saat berbicara seperti itu.

Ahok sudah aneh, Soe Tjen Marching lebih aneh lagi dengan tulisannya itu. Pertama, Soe Tjen membela mulut Ahok dengan menyerang mulut Suharto di paragraf ini :

"Saya akui, mulut Ahok memang kasar. Namun bagi saya, masih tidak ada apa-apanya dibandingkan mulut Soeharto yang menyebut sekelompok orang tertentu sebagai orang “Cina”, walaupun mereka lahir dan besar di Indonesia, bahkan banyak di antaranya sudah beberapa generasi hidup di Indonesia."


Yang nista bukan Suharto, tapi pengkhianat Tionghoa


Ini kelihatannya pas, tapi sebenernya ngawur ! Bagaimana bisa Suharto dianggap lebih kasar dari Ahok karena menyebut "Cina" , padahal yang memilih istilah Cina ketimbang Tionghoa bukanlah Suharto, tapi orang tionghoa sendiri. Orang itu adalah Ong Tjong Hay / Sindhunata, ketua LPKB dan BKPKB. Sindhunata dan organisasi pimpinannya lah yang memilih istilah Cina ketimbang Tionghoa. Bahkan merekalah yang juga mengusulkan pelarangan total terhadap perayaan kebudayaan tionghoa. Sedangkan Suharto merasa usulan itu berlebihan, sehingga mengizinkan perayaan kebudayaan Tionghoa dilakukan secara tertutup. Bagi banyak orang Tionghoa, Sindhunata dianggap pengkhianat, atau setidaknya sesat karena kebodohan.

Yang korupsi anak buah Ahok, DPRD dan nenek mereka yang dihina  


Hal aneh lainnya, Soe Tjen malah (seperti) membenarkan kasarnya mulut Ahok karena ditujukan kepada koruptor.

"Saya tidak bilang mulut Ahok itu halus dan sopan. Sama sekali tidak. Saya juga akui mulut Ahok kasar. Tapi, siapa yang bisa tahan bersopan-sopan terlalu lama dengan para koruptor yang hendak menggarong sebagian dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga menipu rakyat? "

Padahal, yang jadi tersangka korupsi UPS belum ada yang dari DPRD, malah adanya anak buah Ahok, dari eksekutif, Alex Usman. Selain itu, kalo benar memang ada anggota DPRD yang korupsi ? Kenapa yang dihina malah neneknya ? Apa karena Ahok udah terlanjur nulis "pemahaman nenek lu" di catatan APBD DKI ?  lol . Ahok juga menganggap Kompas TV (atau reporternya?) bodoh karena mau live dengan dia.

“ Lu buktiin aja nenek lu sialan bangsat gua bilang. Lu buktiin aja. Gue juga udah keki”. - Ahok
"Itu bodohnya anda mau live dengan saya" - Ahok


Nila setitik rusak susu sebelangga


Saya tidak tau maksud sebenarnya ci Marching di paragraf-paragraf terakhirnya, ada beberapa hal yang saya setuju, namun saya lebih setuju dengan pernyataan bapak Jaya Suprana tentang "jangan sampai nila setitik rusak susu sebelangga". Karena ada pernyataan ci Marching yang saya anggap aneh seperti berikut :

"Pak Jaya, cara berpikir seperti ini justru mendukung kesesatan, seolah menjadi korban adalah bagian dari kesalahan. Seolah sebagai kelompok yang kerap disudutkan bahkan diserang, mereka yang telanjur distempel Tionghoa ini harus selalu waspada terhadap ucapan dan tindakan, tidak saja bagi diri mereka, namun juga orang-orang yang dianggap termasuk dalam ras mereka.


Saya yakin, tak ada alasan bagi kita orang Tionghoa untuk tidak waspada. Kecuali untuk para konglomerat hitam yang mendapatkan uang dengan mudah melalui cara-cara kotor dan nista. Untuk mereka, mungkin tak perlu waspada karena gampang untuk kabur keluar negeri. Namun, untuk masyarakat Tionghoa secara umum, apa alasan kita untuk tidak waspada ? 

Di dunia kita mayoritas, namun di Indonesia kita minoritas. Mau diakui atau tidak, persentasinya begitu. Karena minoritas, tentunya berada dalam posisi tak menguntungkan. Biarpun dilindugi negara dengan berbagai aparat dan undang-udangnya, bukankah masih ada kemungkinan malapetaka terjadi ? 

Saat peristiwa 1965, rumah kakek saya hampir dibakar karena dituduh PKI, saat kerusuhan Mei 1998, ruko saya hampir dibakar. Hal tersebut membuktikan, biarpun dilindugi negara dengan hak yang sama seperti pribumi, malapetaka masih mungkin terjadi. Biarpun dilindungi negara, saat kerusuhan di Jakarta, Panglima ABRI nya malah menghadiri upacara di Malang. Saat peristiwa 1965 dan 1998, biarpun kita dilindungi negara, pada saat hal-hal diluar dugaan terjadi, hubungan baik dengan teman-teman etnis lain lah yang menyelamatkan kita dari malapetaka. 


Salam Indonesia Raya


Patrick Ong



Refrensi :
http://www.solopos.com/2015/04/02/ahok-vs-dprd-dki-begini-isi-surat-terbuka-jaya-suprana-untuk-ahok-590915/2
http://news.okezone.com/read/2015/03/30/338/1126714/ahok-sebut-jaya-suprana-provokator
http://sinarharapan.co/news/read/150406107/-i-surat-terbuka-kepada-jaya-suprana-tentang-mulut-ahok-i-
http://news.metrotvnews.com/read/2015/03/30/378672/disindir-jaya-suprana-ahok-otaknya-masih-warga-negara-kelas-dua
http://www.tionghoa.info/kristoforus-sindhunata/
http://metro.news.viva.co.id/news/read/604824-siarkan-perkataan-kotor-ahok--kompas-tv-disanksi-kpi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar